Tuesday, 16 August 2016

Indonesia lahir dari AGAMA HINDU

Om Swastiastu..

Perjuangan pemeluk agama Hindu agar eksistensinya sebagai agama negara diakui atau lebih tepatnya secara eksplisit mendapat perhatian sebagai mana mestinya oleh pemerintah. Memang suatu agama tidak perlu pengakuan pemerintah karena suatu agama lahir atas wahyu Tuhan yang diterima para resi atau nabi masing-masing agama. Namun demikian, oleh karena pemeluk suatu agama berhimpun dalam suatu wilayah tertentu dalam suatu negara sehingga disebut suatu bangsa, maka pengakuan tersebut menjadi penting.

Sebagai agama tertua yang berkembang di Indonesia perkembangan agama Hindu mengalami pasang surut, terutama dari segi kuantitas. Masa kejayaan Kerajaan Majapahit sekaligus dipandang sebagai masa jaya agama Hindu di Indonesia dan Sandyakalaning Majapahit, runtuhnya Kerajaan Majapahit sekaligus pula merupakan runtuhnya perkembangan agama Hindu di Indonesia sampai titik terendah. Namun, demikian sisa-sisa kejayaan agama Hindu di Indonesia dipertahankan dengan taat hingga oleh sebagian masyarakat di Pulau Bali, Lombok, Jawa, Sumbawa, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Irian, dan daerah lainnya. Mula-mula, dipertahankan oleh masyarakat dengan sistem kerajaan dan kelompok masyarakat hinduistis, kemudian juga masih dipertahankan oleh masyarakat pasca kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada saat bangsa Indonesia melakukan perjuangan untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, banyak putra Bali berjuang sampai titik darah penghabisan untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak jaman kerajaan terbukti I Gusti Agung Jelantik memimpin perjuangan masyarakat Bali dan melakukan “Perang Jagaraga” untuk menentang pendudukan Pemerintah Hindia Belanda di Bali. Ida Cokorda Mantuk Ring Rana memimpin rakyat Kerajaan Badung, melakukan “Perang Puputan Badung”, Ida Cokorda Istri Kania bersama rakyat Kerajaan Klungkung melakukan “Perang Puputan Klungkung” dan masih banyak lagi peristiwa bersejarah perlu mendapat catatan emas tinta sejarah bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Demikian pula pada masa pergerakan, I Gusti Ngurah Rai telah melakukan peperangan tiada akhir melawan usaha invasi Belanda ke Bali.

Setelah pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk, dan meskipun heruisme masyarakat Bali yang beragama Hindu diakui partisipasinya dalam perang kemerdekaan, namun secara formal, agama Hindu yang dipeluk oleh mayoritas masyarakat Bali belum diakui oleh pemerintah.
1.     Pada tanggal tanggal 26 Desember 1950, Menteri Agama (K.H. Masykur) bersama Sekjen mendatangi Kantor Daerah Bali yang diterima oleh I Gusti Bagus Sugriwa sebagai salah satu Anggota Dewan Pemerintahan Daerah Bali (D.P.D. Bali) bersoal jawab mengenai agama Hindu Bali. Setelah itu, Menteri Agama dapat menerima alasan mengapa Agama Hindu Bali harus diakui sebagai agama negara dan menjanjikan akan mengesahkannya setelah selesai keliling di Sunda Kecil.
2.     Pada Tanggal 10 Oktober 1952, Menteri Agama, Sekjen Menteri Agama (R. Moh. Kafrawi) disertai Kepala Jawatan Pendidikan Agama Islam memberi ceramah di Balai Masyarakat Denpasar dan menyatakan bahwa “.... tidak dapat mengakui dengan resmi Agama Hindu Bali karena tidak ada peraturan untuk itu berbeda dengan Agama Islam dan Agama Kristen memang telah ada peraturannya ......”.
3.     Pada Pertengahan Tahun 1953, Pemerintah Daerah Bali membentuk Jawatan Agama Otonoom Daerah Bali dengan tujuan untuk mengatur pelaksanaan agama umat Hindu Bali, karena belum diatur dari pusat. Pimpinan lembaga tersebut dipercayakan kepada Ida Padanda Oka Telaga dan I Putu Serangan. Di tiap-tiap Kapupaten dibentuk Kantor Agama Otonoom yang diketuai oleh seorang Padanda. Pada tahun ini pula D.P.D. Bali atas persetujuan D.P.R.D. Bali mencabut hukuman: Asu Pundung, Anglangkahi Karang Hulu, Manak Salah, Salah Pati Angulah Pati, karena tidak sesuai lagi dalam suasana demokrasi.
4.     Pada tanggal 29 Juni 1958 lima orang utusan organisasi agama dan sosial di Bali menghadap Presiden Soekarno di Tampaksiring. Diantar oleh Ketua DPR Daerah Peralihan Daerah Bali I Gusti Putu Mertha. Rombongan utusan itu adalah Ida Pedanda Made Kumenuh, I Gusti Ananda Kusuma, Ida Bagus Wayan Gede, Ida Bagus Dosther dan I Ketut Kandia. Pokok masalah yang diajukan adalah supaya dalam kementrian Kementriann Agama Republik Indonesia ada Bahagian Hindu Bali, sebagaimana yang telah diperoleh oleh Islam, Katholik dan Kristen.
5.     Permohonan tersebut memperoleh response yang positif dari Pemerintah karena pada tanggal 5 September 1958 terbitlah Surat Keputusan Menteri Agama RI yang mengakui keberadaan Agama Hindu Bali. Selanjutnya terhitung mulai tanggal 2 Januari 1959 pada Kementerian Agama Republik Indonesia dibentuk Biro Urusan Agama Hindu Bali pada Kementrian Agama Republik Indonesia. Biro tersebut pertama kali dipimpin oleh I Gusti Gede Raka dibantu oleh I Gusti Gede Raka dibantu oleh I Nyoman Kajeng. Setelah I Gusti Gede Raka meninggal dunia saat masih menjabat, lalu digantikan oleh I Nyoman Kajeng (Agastia, 2008: 9).
6.     Mengantisipasi hal tersebut Pada tanggal 7 Oktober 1958, diadakan pertemuan kembali antara Pemerintah Daerah Bali dengan Pimpinan Organisasi Keagamaan di Bali di Balai Masyarakat Denpasar. Pada pertemuan tersebut diputuskan membentuk panitia yang bertugas mempersiapkan Dewan Agama Hindu Bali. Panitia terdiri atas Paruman Para Padanda, Panitia Agama Hindu Bali, Angkatan Muda Hindu Bali, Doktor Ida Bagus Mantra dan I Gusti Bagus Sugriwa. Pada tanggal 6 Desember 1958, panitia tersebut menyelenggarakan rapat di Pasanggrahan Bedugul dan memutuskan bahwa Hindu Bali Sabha akan diadakan pada bulan Januari 1959 (Dana (ed), 2005: 13).
7.     Pesamuhan Agung Hindu Bali pada tanggal 21-22-23 Februari 1959 di Gedung Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar yang dihadiri oleh pejabat dan staf Pemerintah Daerah Tingkat I Bali, pimpinan berbagai organisasi agama di Bali, Yayasan Yayasan Hindu bahkan Perhimpunan Buddhis Indonesia dan Partai Nasional Hindu Bali yang pada akhirnya membentuk Parisada yamng melahirkan “Piagam Parisada”. Hindu Bali Sabha atau Pasamuhan Agung Hindu Bali tersebut kemudian dikenal sebagai Sidang Pembentukan Parisada Dharma Hindu Bali.
Ada sejumlah tantangan (challenge) yang menyebabkan putra-putra terbaik Bali membentuk PHDI pada waktu itu, baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Menurut Ida Padanda Putra Telaga salah seorang yang ikut membidani kelahiran PHDI yang dicatat Ida Bagus Gede Agastia (WHD, 2001), bahwa tantangan dari luar disebabkan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia di mana masing-masing agama digiring untuk mewadahi dirinya dalam suatu lembaga agar mempermudah komunikasi antarlembaga, termasuk negara sebagai sebuah lembaga. Ini tentu merupakan tantangan positif, bahwa gagasan mewadahi diri dalam satu lembaga bagi pemeluk agama Hindu di Indonesia berarti pula melakukan penataan diri sehingga terbentuk peradaban Hindu berdasarkan dharma.

Sementara itu, di tengah situasi politik yang memanas, Partai Komunis Indonesia (PKI) sangat tidak menghendaki berdirinya PHDI. Namun, karena keteguhan sejumlah orang yang bersemangat tinggi mengabdikan diri pada bidang agama Hindu—bak bintang bersinar di tengah malam paling gelap—demikian dinyatakan Ida Padanda Putra Telaga, menyebabkan PHDI akhirnya terbentuk juga, sudah tentu dengan mabela pati (resiko mati). Dari dalam, desakan untuk membentuk lembaga ini disebabkan karena kesadaran kaum intelektual pada waktu itu untuk menata kehidupan beragama Hindu agar benar-benar berlandaskah ajaran dharma.

Pembentukan PHDI memang dilandasi cita-cita mulia pendirinya untuk menata diri (dharma agama) agar peradaban Hindu benar-benar berdasarkan ajaran dharma dan menjadi mitra pemerintah menciptakan negara jagadhita (dharma nagara). Dari aula Fakultas Sastra Unud yang sederhana akhirnya pada tanggal 23 Pebruari 1959 lahirlah apa yang disebut Piagam Parisadha yang merupakan cikal bakal terbentuknya PHDI sebagai lembaga nasional yang diakui dunia. Dengan demikian, dapat dikatakan tonggak kelahiran PHDI sekaligus merupakan tonggak kebangkitan Hindu Indonesia sehingga 50 tahun PHDI berarti pula Setengah Abad Kebangkitan Hindu Indonesia yang harus diperingati secara istimewa oleh masyarakat Hindu di Indonesia.

Tulisan atau artikel diatas merupakan  tulisan dari : DOKTOR I WAYAN SUKARMA dengan blognya sukarma-puseh.blogspot.com
Sedangkan versi dari blog tulisan Iman Brotoseno yang saya kutip dan salin disini adalah Tahun 1953, terjadi peristiwa yang mengherankan. Fakih Usman, Menteri Agama dalam kabinet Wilopo, menyatakan bahwa syarat syarat yang harus dipenuhi sesuatu agama agar diakui Pemerintah, adalah harus memiliki kitab suci, mempunyai nabi, harus ada kesatuan ajaran serta pengakuan dari luar negeri. Menteri Agama berargumantasi bahwa Sila Pertama Pancasila harus diartikan monoteisme, sehingga kepercayaan kepada Roh-roh, dewa dewa tidak diperkenankan.

Tak lama kemudian serombongan pegawai Departemen Agama datang ke Bali dan memberitahu penduduk bahwa agama mereka tidak memenuhi syarat, maka penduduk Bali mesti mendaftarkan diri sebagai golongan Islam statistik. Mendadak sontak, Bali menjadi geger sampai ke pelosok, Penduduk Bali merasa terkejut. Roh, dewa, pura dan kebudayaan Bali akan dipisahkan dari penduduk. Protes keras dilancarkan seantero Bali.

Anggota parlemen asal bali, Ida Bagus Mauaba di Jakarta mengatakan, Indonesia Timur akan memisahkan diri jika Bali akan di Islamkan. Kita akan meminta perlindungan kepada Australia, Pemerintah buru buru mengatakan itu pendapat pribadi Menteri Agama. Presiden Soekarno sendiri merasa kecolongan, sehingga memutuskan memulai kampanye di seluruh negeri tentang negara Pancasila. Hasil gerakan tersebut akhirnya memaksa Jakarta memenuhi permintaan Bali bahwa Hindu Bali diakui sebagai agama resmi.

Tulisan ataupun artikel diatas bukan untuk dibandingkan melainkan untuk mengingatkan kita sebagai Generasi Hindu akan Sejarah Agama HIndu Diakui di Indonesia ini dan tulisan tersebut sangat menyentuh saya sebagai seorang generasi Hindu di NKRI ini, Mudah mudahan dengan cerita sejarah diatas dapat membuat generasi Hindu nusantara ini menjadikan bahwa sejarah adalah salah satu aspek penting yang menjadikan kita lebih mantap berjalan di masa depan bumi pertiwi Indonesia.Bung Karno pernah mengucapkan : “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” (Pidato Hari Pahlawan 10 Nop.1961)...Rahayu

Om Shanti Shanti Shanti om...

Sunday, 29 May 2016

Panca Sradha dalam agama Hindu

Panca Sradha dalam agama Hindu


Secara etimologi panca sradha berasal dari kata panca dan sradha. Panca berarti lima dansradha berarti keyakinan. Jadi panca sradha adalah lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu.
1. Percaya terhadap adanya Brahman
2. Percaya terhadap adanya atman
3. Percaya terhadap adanya karmaphala
4. Percaya terhadap adanya punarbhawa
5. Percaya terhadap adanya moksa
Çraddhaya satyam apnoti, çradham satye prajapatih.
artinya : dengan sradha orang akan mencapai Tuhan, Beliau menetapkan, dengan sradha menuju satya. (Yajur Veda XIX.30)

Berikut adalah penjelasan dari 5 bagian diatas
1. BRAHMAN-Tuhan Yang Maha Esa / Sang Hyang Widi Wasa
siapa sih Tuhan itu? Tuhan adalah sumber dari segala yang ada dan akhir dari segala yang tercipta.
Ekam eva advityam Brahman yang berarti Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.(CU IV.2.1)
eko narayana na dwityo’sti kascit yang berarti hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.
Dengan melihat kedua sloka diatas dapat disimpilkan bahwa Tuhan itu esa/satu tidak ada duanya.
Kita mengenal adanya Tri Purusa yaitu :
Paramasiwa : Tuhan yang tidak bisa dipikirkan, tak terbayangkan, murni, nirguna Brahman, trasenden.
Sadasiwa : Tuhan yang imanen, saguna Brahman disinilah Tuhan memiliki sifat seperti Cadhu sakti,astaiswarya.
Siwatman : Tuhan yang ada didalam makluk hidup.
sifat Tuhan :
Cadhu sakti :
Wibhu sakti artinya Tuhan bersifat maha ada
Prabhu sakti artinya Tuhan bersifat maha kuasa
Jnana sakti artinya Tuhan bersifat maha tahu
Kriya sakti artinya Tuhan bersifat maha karya
Astaiswarya :
Anima berarti kecil sekecil-kecilnya, lebuh kecil dari atom
Laghima berarti ringan seringan ringannya, lebih ringan dari udara
Mahima berarti maha besar, memenuhi ruangan
Prapti berarti serba sukses, dapat mencapai segala sesuatu yang dikehendaki
Prakamya berarti segala keinginan dapat tercapai
Isittwa berarti maharaja atau raja diraja
Wasitwa berarti maha kuasa dan mengatasi segala-galanya
Yatrakamawasayitwa berarti segala kehendaknya tak ada dapat menentang

2. Atman
Atman adalah sinar suci / bagian terkecil dari Brahman ( Tuhan Yang Maha Esa ). Atman berasal dari kata AN yang berarti bernafas. Setiap yang bernafas mempunyai atman, sehingga mereka dapat hidup. Atman adalah hidupnya semua makluk ( manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya ). Kitab suci Bhagawad gita menyebutkan sebagai berikut :
aham atma gudakesa, sarwabhutasaya-sthitah, aham adis ca madhyam ca, bhutanam anta eva ca”
artinya :
O, Arjuna, aku adalah atma, menetap dalam hati semua makluk, aku adalah permulaan, pertengahan, dan akhir daripada semua makluk.( Bhagawadgita X.20 )
Sifat – sifat atman meliputi :
a) acchedya berarti tak terlukai senjata,
b) adahya berarti tak terbakar oleh api,
c) akledya berarti tak terkeringkan oleh angin,
d) acesya berarti tak terbasahkan oleh air,
e) nitya berarti abadi,
f) sarwagatah berarti ada di mana-mana,
g) sathanu berarti tidak berpindah – pindah,
h) acala berarti tidak bergerak,
i) awyakta berarti tidak dilahirkan,
j) achintya berarti tak terpikirkan,
k) awikara berarti tidak berubah,
l) sanatana berarti selalu sama.

3. Karmaphala
Secara etimologi karmaphala berasal dari kata karma yang berarti perbuatan dan phala yang berarti hasil. Jadi karmaphala berarti hasil dari perbuatan yang kita lakukan. Hindu mengenal adanya hukum karmaphala yaitu hukum sebab akibat, setiapperbuatan yang kita lakukan pasti akan mendapakan hasilnya.
Berdasarkan waktu diterimanya phala dari suatu karma dibedakan menjadi tiga.
a.Sancita Karma Phala: Perbuatan dimas lampau/kehidupan lalu pada kehidupan sekerang kita terima hasilmnya.
b.Prarabda: Pebuatan sekarang sekarang juga kita terima hasilnya
c.Kryamana: Perbuatan pada kehidupan sekarang belum habis diterima hasilnya maka akan kita terima dapa kehidupan yang akan datang.

4. Punarbhawa
Punarbhawa berasal dari kata punar yang berarti kembali dan bhawa yang berarti menjelma / lahir. Jadi punarbhawa adalah kelahiran kembali. Punarbhawa juga sering disebut dengan Reinkarnasi.
“bahuni me vyatitani janmani tava carjuna, tany aham veda sarvani na tvam vettha parantapa”.
arti : Banyak kelahiran-Ku dimasa lalu, demikian pula kelahiranmu,Arjuna;semuanya ini Aku mengetahuinya, tetapi engkau sendiri tidak, wahai Arjuna.( Bhagawadgita IV.5 )

5. Moksa
Moksa berasaldari akar kata “muc” yang berarti bebas. Bebas dari segala ikatan karma, ikatan duniawi( suka dan duka ) ikatan hidup, ikatan cinta kasih dll.
Tingkatan moksa :
1.SAMIPYA : Moksa dapat dicapai oleh para maha Rsi/yogi dengan kematangan tapa membuka intuisinya sehingga dapat menerima wahyu dan memahami hakekakat hidup sejati.
2.SARUPYA/ SADARMYA : Moksa yang dicapai oleh kesadaran sejati ketika atman dapat mengatasi segalanya . Hal ini dapat dicapai oleh Awatara. Beliau bisa mengatasi segalanya dan dapat menentukan sendiri kapan akan meninggalkian dunia ini.
3.SALOKYA : Adalah tingkatan Moksa yang dicapai oleh atman yang telah mampu mencapai tingkat Tuhan. Misalnya leluhur yang telah diaben.
4.SAYUJYA : Adalah tingkat kebebasan yang paling tinggi dimana atman telah bersatu dengan Brahman. Brahman Atman Aikyam. Brahman dan Atman tunggal.


Alasan Lengkap mengapa Hindu Dilarang Makan Sapi

Alasan Lengkap mengapa Hindu Dilarang Makan Sapi



Mengapa agama hindu melarang memakan daging Sapi?
Itulah salah satu kalimat yang sering ditanyakan orang non-Hindu pada orang Hindu, apalagi jika orang Hindu itu sedang merantau ke luar Bali. Apakah kamu pernah merasakannya? atau pernah menanyakannya?
Buat yang pernah ditanya, apakah bisa menjawab pertanyaan itu? Apakah jawabannya bisa memuaskan orang yang bertanya?
Buat yang pernah menanyakan hal itu, apakah sudah mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang hal itu?
Pertanyaan tentang mengapa orang Hindu tidak memakan daging sapi adalah pertanyaan yang wajar ditanyakan oleh orang-orang non-Hindu. Bagi saya pribadi itu bukanlah pertanyaan yang berlebihan, apalagi mau memojokkan orang Hindu. Setiap orang wajar saja memiliki rasa penasaran dengan apa yang tidak dia jalani atau ketahui. Berpikir positif saja, kita pun sering penasaran dengan apa yang tidak kita jalani atau ketahui kan?
Jadi, untuk orang-orang Hindu jangan sampai tersinggung untuk hal-hal atau pertanyaan-pertanyaan yang seperti ini ya.

Tugas kita adalah menjadi teman yang baik, menjelaskan ke mereka sehingga mereka bisa tahu dan semakin mengenal agama dan budaya teman-temannya. Ini sebagai awal yang baik untuk memunculkan sikap toleransi di antara kita semua. Tak kenal maka tak sayang, maka biarkanlah mereka mengenal lebih dalam dengan penjelasan yang kita berikan.


 Kembali ke topik, mengapa orang Hindu tidak memakan daging sapi?
Ada banyak versi yang menjadi dasar mengapa orang Hindu tidak memakan daging sapi, yang pasti konsep utamanya adalah karena orang-orang Hindu menganggap sapi sebagai hewan yang mulia. Ya, ini sedikit berbeda dengan konsep agama Islam yang tidak memakan daging babi karena dianggap haram, sedangkan orang Hindu tidak memakan daging sapi karena dianggap suci.
Apa yang membuat orang-orang Hindu memuliakan sapi?
Versi pertama, dalam kitab Niti Sastra bagian Hitopadesa Sloka 39, disebutkan dalam tradisi Hindu dikenal beberapa entitas yang dapat disebut sebagai ibu yang harus kita hormati, yaitu;
Adau-mata guroh patni
Brahmana raja-patnika
Dhenur dhatri tatha prthivi
Saptaita matarah smrtah
Yang memiliki arti kurang lebih seperti ini:
Ketujuh ini dikenal sebagai ibu yaitu: ibu kandung, istri guru (guru kerohanian), istri brahmana (varna-brahmana), istri raja, sapi, perawat dan ibu pertiwi (bumi).


Sebelum saya lanjutkan, perlu saya jelaskan bahwa saya adalah orang Hindu yang tidak suka menelan mentah-mentah ajaran agama, apalagi yang sifatnya doktrin, tidak ada penjelasan logisnya. Saya selalu melihat, memahami, mencari tahu, dan membuktikan terlebih dahulu apakah ajaran agama ini masih relevan untuk digunakan saat ini atau tidak. Kalau hanya berupa perintah-perintah yang harus diikuti hanya karena itu tertulis di buku agama, mohon maaf, itu bukan jalan saya.
Kembali ke penjelasan versi pertama, berdasarkan penjelasan tersebut orang Hindu diminta untuk menghormati 7 macam ibu yang disebutkan, di mana salah satunya adalah sapi. Mungkin penjelasan ini didasarkan pada pemikiran bahwa sapi telah memberikan air susunya kepada kita, sehingga dianggap posisinya sama seperti ibu yang memberikan air susu ibu (ASI).
Penjelasan versi pertama ini belum bisa memuaskan saya secara pribadi. Kalau pribadi lain sudah terpuaskan dengan penjelasan ini, syukurlah. Tapi saya belum. Bagi saya, hal ini tidak adil bagi hewan lain yang juga memberikan air susunya kepada kita, seperti kambing, kuda, unta, kerbau, dan keledai. Malah sekarang ada susu beras, susu kedelai, susu gandum, dan susu kacang mete. Menurut saya pribadi, jika kita menyucikan atau memuliakan sapi karena alasan ia telah memberikan air susu kepada kita, maka seharusnya kita juga menyucikan atau memuliakan setiap makhluk dan setiap hal yang bisa memberikan air susu kepada kita.



Sekali lagi saya tegaskan, ini pandangan pribadi saya, kalau pribadi lain sudah terpuaskan dengan penjelasan versi pertama, syukurlah. Silahkan melanjutkan keyakinannya, saya sangat menghargai dan menghormatinya.
Versi kedua yang saya pernah dengar adalah sapi disucikan atau dimuliakan karena sapi adalah hewan yang telah berjasa besar kepada kita. Selain karena memberikan air susu, Sapi juga kita manfaatkan untuk membajak sawah, kulit Sapi yang mati kita gunakan untuk pakaian, tempat berteduh, dan juga alat kesenian dan kebudayaan.
Penjelasan versi kedua juga belum memuaskan saya. Penjelasan ini juga tidak adil bagi hewan dan semua ciptaan Tuhan yang lainnya. Saya memiliki prinsip bahwa setiap makhluk memiliki peranannya masing-masing, semua bermanfaat, semua berjasa, bukan hanya sapi yang berjasa dan bermanfaat. Cacing bermanfaat menggemburkan tanah, ular yang menakutkan itu juga bermanfaat untuk menghilangkan hama tikus, anjing membantu kita menjaga rumah dan berburu, dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Jika pribadi yang lain sudah puas dengan penjelasan versi kedua, syukurlah, silahkan melanjutkan keyakinan tersebut, saya sangat menghargai dan menghormatinya.


Versi ketiga, beberapa orang Hindu percaya bahwa sapi disucikan atau dimuliakan karena sapi memakan hal yang tidak dimakan manusia, misalnya rumput. Mungkin maksud konsep ini secara sederhana adalah jangan mengganggu makhluk yang tidak mengganggumu. Dalam hal ini mungkin sapi dianggap tidak mengganggu makanan kita, dia memilih makanan yang bukan makanan kita.
Untuk penjelasan versi ketiga, kembali saya belum terpuaskan dengan penjelasan itu. Bagi saya pribadi, hal ini tidak adil untuk makhluk lain yang juga tidak pernah mengganggu keberadaan hal-hal yang bisa saya makan. Selain itu, saya juga tidak akan memakan daging kucing dengan alasan kucing tersebut tertangkap tangan memakan ikan di atas meja makan rumah saya, yang merupakan makanan saya. Namun, bagi yang sudah puas dengan penjelasan versi ketiga ini, syukurlah, silahkan dilanjutkan, saya sangat menghormati dan menghargai.



Versi keempat, alasan mereka memilih untuk tidak memakan daging sapi adalah karena setiap kali mereka memakan daging sapi mereka selalu mengalami sakit setelahnya. Hal inilah yang membuat mereka percaya itu terjadi karena mereka telah melanggar ajaran agama Hindu yang mereka anut.
Untuk penjelasan versi keempat, secara pribadi saya belum mengalami, jadi penjelasan ini belum bisa membuat saya terpuaskan dan tercerahkan untuk mulai tidak mengonsumsi daging sapi. Untuk yang sudah tercerahkan karena hal versi keempat ini, syukurlah, silahkan dilanjutkan, saya sangat menghormati dan menghargai apa yang anda yakini dan jalani.
Versi kelima, mereka memilih untuk tidak memakan daging sapi sebagai bentuk janji mereka (masesangi dalam bahasa Bali) terhadap sesuatu hal, seperti mereka berjanji akan berhenti memakan daging sapi jika lulus ujian, atau mereka berjanji akan berhenti memakan daging sapi jika sakit yang mereka alami atau sakit yang keluarga mereka alami bisa sembuh, atau mereka berjanji tidak akan mengonsumsi daging sapi jika berhasil selamat dari sebuah kecelakaan atau bencana, atau mereka berjanji tidak akan memakan daging sapi ketika mereka sudah diangkat menjadi pemuka agama Hindu seperti pemangku, pedanda, atau pendeta.
Penjelasan versi kelima sifatnya sangat pribadi, saya sendiri belum mengalami atau berjanji untuk tidak memakan daging sapi karena sesuatu hal serupa di atas. Jadi penjelasan versi kelima belum bisa memuaskan dan mencerahkan saya untuk tidak mengonsumsi daging sapi. Untuk yang tidak mengonsumsi daging sapi karena hal-hal terkait penjelasan kelima, syukurlah kalian sudah menemukan pencerahan melalui jalan ini, silahkan melanjutkan, saya sangat menghargai dan  menghormatinya.


Versi keenam, mereka memilih tidak memakan daging sapi karena sesuai dengan ajaran agama Hindu yang sering disebut Ahimsa, yang artinya tidak membunuh atau menyakiti. Tentu ruang lingkup Ahimsa ini adalah tidak membunuh dan menyakiti semua makhluk ciptaan Tuhan, termasuk kepada Sapi dan semua hewan lainnya. Kebanyakan dari mereka yang menjalani hal ini berarti juga menjalani praktek yang lebih dari sekedar tidak makan Sapi, yaitu Vegetarian.
Versi keenam ini adalah penjelasan yang belum siap untuk saya laksanakan saat ini secara pribadi. Konsep Vegetarian adalah konsep yang bagi saya sangat amat bagus. Saya adalah orang yang tidak tega melihat binatang dibunuh, apalagi itu dilakukan di depan mata saya. Konsep vegetarian akan membuat, mengurangi, atau setidaknya tidak ikut mendukung atau menikmati hasil dari pembunuhan terhadap makhluk hidup lain. Untuk diketahui, saya memutuskan masih memakan daging sampai saat ini alasannya adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi di usia muda. Mungkin konsep vegetarian akan saya jalankan ketika usia saya sudah lebih tua, sekaligus sebagai bentuk menjaga pola makan untuk kesehatan yang memang diperlukan ketika masa tua nanti.
Selain itu, kalau penjelasan terkait tidak memakan daging sapi adalah dengan dasar ajaran Ahimsa, tentu tidak akan menjadikan Sapi sebagai satu-satunya hewan dalam agama Hindu yang dimuliakan atau disucikan, karena yang meyakini jalan ini tidak akan memakan semua hewan. Jadi saya belum puas dengan penjelasan versi keenam, dan untuk yang sudah terpuaskan dengan penjelasan keenam, syukurlah, silahkan melanjutkan keyakinannya, saya sangat menghargai dan menghormatinya.

Versi ketujuh, menjelaskan bahwa agama Hindu dilarang memakan daging sapi karena sapi adalah kendaraan Dewa Siwa. Perlu diketahui, dalam ajaran agama Hindu terdapat banyak sekali Dewa-Dewa bahkan juga Dewi-Dewi, yang di mana mereka adalah percikan sinar suci Tuhan. (Penjelasan lebih lanjut mengapa ada banyak Dewa-Dewa dan Dewi-Dewi dalam agama Hindu akan dibahas dalam artikel berbeda). Setiap Dewa-Dewi tersebut digambarkan memiliki kendaraan-kendaraan masing-masing, di mana sebagian besar kendaraannya adalah hewan. Misal, Dewa Wisnu kendaraannya burung Garuda, Dewa Ganesha kendaraannya tikus, kendaraan Dewi Durga berupa harimau, dan masih banyak lagi.
Penjelasan versi ketujuh juga belum bisa memuaskan saya karena pada kenyataannya sapi bukan satu-satunya makhluk yang menjadi kendaraan bagi Dewa dalam ajaran agama Hindu. Jika memang alasannya karena ia adalah kendaraan Dewa, maka semua makhluk yang bertugas sebagai kendaraan para Dewa-Dewi harus dimuliakan atau disucikan. Sekali lagi, ini adalah cara pandang saya pribadi. Jika pribadi lain sudah terpuaskan dengan penjelasan versi ketujuh, syukurlah, silahkan menjalani keyakinan tersebut, saya sangat menghargai dan menghormati.


Versi kedelapan yang pernah saya baca di internet, meskipun tidak jelas sumber aslinya dari mana, tapi saya cantumkan saja agar semua opini terkait orang Hindu tidak memakan daging sapi bisa diakomodir. Penjelasannya kurang lebih seperti ini, bahwa orang yang membunuh sapi, atau makan daging sapi, akan menderita di neraka selama ratusan tahun untuk membayar satu dari bulu sapi yang mereka makan. Jikalau seseorang makan daging sapi yang memiliki seratus ribu bulu, maka orang tersebut mesti menderita di neraka selama 100.000 dikali 100tahun.
Penjelasan versi kedelapan belum bisa memuaskan saya. Telah saya jelaskan sejak awal, saya bukan orang yang suka didoktrin untuk hal-hal berbau agama hanya karena itu ditulis di buku agama.  Apalagi penjelasan versi kedelapan juga belum tentu ada di buku agama Hindu, saya secara pribadi belum pernah melihat secara langsung. Cara-cara menakut-nakuti semacam ini tidak membuat saya malah respek dan mau mengikuti jalan tersebut. Namun jika pribadi yang lain bisa tercerahkan karena penjelasan versi kedelapan, saya sangat menghargai dan menghormatinya.

Sampai sejauh ini, saya baru mengetahui delapan versi mengapa orang Hindu memilih untuk tidak memakan daging sapi. Mungkin masih banyak versi yang belum saya ketahui, Namun dari kedelapan versi yang sudah saya ketahui, belum ada yang bisa memuaskan saya secara pribadi, mengapa saya sebagai orang Hindu tidak boleh memakan daging sapi.
Lalu, selama ini bagaimana cara saya menjawab pertanyaan teman non-Hindu ketika mereka menanyakan hal ini kepada saya?

Penjelasan yang saya berikan begini:
Dalam ajaran agama Hindu, konsep tidak memakan daging sapi itu hampir sama dengan konsep menggunakan jilbab dalam agama Islam. Lakukanlah ketika kamu sudah siap, sudah yakin, dan tahu mengapa melakukannya adalah hal yang baik untuk dirimu atau dengan kata lain sudah mendapatkan hidayah. Saya sebagai orang Hindu belum mendapatkan hal itu, sehingga saya masih memakan daging sapi.
Sebagai penutup, harus saya sampaikan bahwa tulisan ini merupakan salah satu bentuk pencarian saya secara pribadi tentang penjelasan mengapa orang Hindu tidak boleh  memakan daging Sapi. Harapannya, artikel ini bisa memicu diskusi dan sharing yang konstruktif dan positif di kolom komentar, sehingga penulis dan seluruh pembaca artikel ini bisa tercerahkan.
Tulisan ini didedikasikan tidak hanya untuk orang Hindu yang belum tercerahkan, namun juga bagi non-Hindu yang selama ini penasaran terhadap konsep mengapa orang Hindu yang tidak memakan daging sapi

Pengertian Dan Penjelasan Panca Sradha Dalam Agama Hindhu

Pengertian Dan Penjelasan Panca Sradha Dalam Agama Hindhu



Secara etimologi panca sradha berasal dari kata panca dan sradha. Panca berarti lima dansradha berarti keyakinan. Jadi panca sradha adalah lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu.
1. Percaya terhadap adanya Brahman
2. Percaya terhadap adanya atman
3. Percaya terhadap adanya karmaphala
4. Percaya terhadap adanya punarbhawa
5. Percaya terhadap adanya moksa
Çraddhaya satyam apnoti, çradham satye prajapatih.
artinya : dengan sradha orang akan mencapai Tuhan, Beliau menetapkan, dengan sradha menuju satya. (Yajur Veda XIX.30)

1. Tuhan Yang Maha Esa / Sang Hyang Widi Wasa
siapa sih Tuhan itu? Tuhan adalah sumber dari segala yang ada dan akhir dari segala yang tercipta.
Ekam eva advityam Brahman yang berarti Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.(CU IV.2.1)
eko narayana na dwityo’sti kascit yang berarti hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.
Dengan melihat kedua sloka diatas dapat disimpilkan bahwa Tuhan itu esa/satu tidak ada duanya.
Kita mengenal adanya Tri Purusa yaitu :
Paramasiwa : Tuhan yang tidak bisa dipikirkan, tak terbayangkan, murni, nirguna Brahman, trasenden.
Sadasiwa : Tuhan yang imanen, saguna Brahman disinilah Tuhan memiliki sifat seperti Cadhu sakti,astaiswarya.
Siwatman : Tuhan yang ada didalam makluk hidup.
sifat Tuhan :
Cadhu sakti :
Wibhu sakti artinya Tuhan bersifat maha ada
Prabhu sakti artinya Tuhan bersifat maha kuasa
Jnana sakti artinya Tuhan bersifat maha tahu
Kriya sakti artinya Tuhan bersifat maha karya
Astaiswarya :
Anima berarti kecil sekecil-kecilnya, lebuh kecil dari atom
Laghima berarti ringan seringan ringannya, lebih ringan dari udara
Mahima berarti maha besar, memenuhi ruangan
Prapti berarti serba sukses, dapat mencapai segala sesuatu yang dikehendaki
Prakamya berarti segala keinginan dapat tercapai
Isittwa berarti maharaja atau raja diraja
Wasitwa berarti maha kuasa dan mengatasi segala-galanya
Yatrakamawasayitwa berarti segala kehendaknya tak ada dapat menentang

2. Atman
Atman adalah sinar suci / bagian terkecil dari Brahman ( Tuhan Yang Maha Esa ). Atman berasal dari kata AN yang berarti bernafas. Setiap yang bernafas mempunyai atman, sehingga mereka dapat hidup. Atman adalah hidupnya semua makluk ( manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya ). Kitab suci Bhagawad gita menyebutkan sebagai berikut :
aham atma gudakesa, sarwabhutasaya-sthitah, aham adis ca madhyam ca, bhutanam anta eva ca”
artinya :
O, Arjuna, aku adalah atma, menetap dalam hati semua makluk, aku adalah permulaan, pertengahan, dan akhir daripada semua makluk.( Bhagawadgita X.20 )
Sifat – sifat atman meliputi :
a) acchedya berarti tak terlukai senjata,
b) adahya berarti tak terbakar oleh api,
c) akledya berarti tak terkeringkan oleh angin,
d) acesya berarti tak terbasahkan oleh air,
e) nitya berarti abadi,
f) sarwagatah berarti ada di mana-mana,
g) sathanu berarti tidak berpindah – pindah,
h) acala berarti tidak bergerak,
i) awyakta berarti tidak dilahirkan,
j) achintya berarti tak terpikirkan,
k) awikara berarti tidak berubah,
l) sanatana berarti selalu sama.

3. Karmaphala
Secara etimologi karmaphala berasal dari kata karma yang berarti perbuatan dan phala yang berarti hasil. Jadi karmaphala berarti hasil dari perbuatan yang kita lakukan. Hindu mengenal adanya hukum karmaphala yaitu hukum sebab akibat, setiapperbuatan yang kita lakukan pasti akan mendapakan hasilnya.
Berdasarkan waktu diterimanya phala dari suatu karma dibedakan menjadi tiga.
a.Sancita Karma Phala: Perbuatan dimas lampau/kehidupan lalu pada kehidupan sekerang kita terima hasilmnya.
b.Prarabda: Pebuatan sekarang sekarang juga kita terima hasilnya
c.Kryamana: Perbuatan pada kehidupan sekarang belum habis diterima hasilnya maka akan kita terima dapa kehidupan yang akan datang.

4. Punarbhawa
Punarbhawa berasal dari kata punar yang berarti kembali dan bhawa yang berarti menjelma / lahir. Jadi punarbhawa adalah kelahiran kembali. Punarbhawa juga sering disebut dengan Reinkarnasi.
“bahuni me vyatitani janmani tava carjuna, tany aham veda sarvani na tvam vettha parantapa”.
arti : Banyak kelahiran-Ku dimasa lalu, demikian pula kelahiranmu,Arjuna;semuanya ini Aku mengetahuinya, tetapi engkau sendiri tidak, wahai Arjuna.( Bhagawadgita IV.5 )

5. Moksa
Moksa berasaldari akar kata “muc” yang berarti bebas. Bebas dari segala ikatan karma, ikatan duniawi( suka dan duka ) ikatan hidup, ikatan cinta kasih dll.
Tingkatan moksa :
1.SAMIPYA : Moksa dapat dicapai oleh para maha Rsi/yogi dengan kematangan tapa membuka intuisinya sehingga dapat menerima wahyu dan memahami hakekakat hidup sejati.
2.SARUPYA/ SADARMYA : Moksa yang dicapai oleh kesadaran sejati ketika atman dapat mengatasi segalanya . Hal ini dapat dicapai oleh Awatara. Beliau bisa mengatasi segalanya dan dapat menentukan sendiri kapan akan meninggalkian dunia ini.
3.SALOKYA : Adalah tingkatan Moksa yang dicapai oleh atman yang telah mampu mencapai tingkat Tuhan. Misalnya leluhur yang telah diaben.
4.SAYUJYA : Adalah tingkat kebebasan yang paling tinggi dimana atman telah bersatu dengan Brahman. Brahman Atman Aikyam. Brahman dan Atman tunggal.